Disadari atau tidak sebagai manusia kita memiliki lebih dari satu predikat yang akan selalu melekat. Lebih dari satu predikat yang harus kita jalani bersamaan. Predikat-predikat ini tidak akan pernah hilang dan hanya berganti dari predikat yang satu ke predikat yang lainnya.
Begitu bangganya kita memiliki predikat sebagai seorang profesional yang sukses, aktivis dengan segudang organisasi, mahasiswa yang lulus dengan cumlaude, dan predikat serupa lainnya. Tapi terkadang kita lupa dengan predikat yang akan selalu melekat pada diri. Predikat kita sebagai seorang anak, sebagai seorang muslim, hamba Allah dan pemimpin dari diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Apakah kita hanya bangga dengan predikat-predikat yang membuat kita populer dan dikenal banyak orang? Tak banggakah kita dengan predikat anak sholeh, hamba Allah yang taat, dan pemimpin dari diri dan orang-orang di sekitar kita?
Predikat ini tidak bisa kita singkirkan atau tak acuhkan begitu saja. Karena inilah predikat yang harus ada di samping juga predikat di luar itu.
Semua tanggung jawab ini harus kita jalani dengan baik dan seimbang. Prioritas itu penting. Tapi bukan berarti yang lainnya kita tak acuhkan. Teringat kata seseorang, semua tanggung jawab yang kita miliki janganlah kita anggap sebagai beban. Karena tanggung jawab itu adalah bagian dari drama kehidupan yang harus kita jalani. Drama yang harus kita perankan senaik-baiknya. Semaksimal mungkin dari apa yang mampu kita usahakan. Prioritas adalah mendahulukan mana yang lebih mendesak, lalu menjalankan yang lainnya setelah itu.
Bisa saja orang lain tidak menghargai apa yang kita lakukan. Penilaian orang memang penting, tapi bukan yang terpenting. Diri kita sendiri yang tahu, apakah yang kita lakukan sudah maksimal ataukah belum. Jika kita sudah mengusahakan secara maksimal, namun orang lain tetap saja menganggap itu belum apa-apa, jangan sampai membuat kita berkecil hati. Orang di luaran sana terkadang hanya melihat pada hasil. Mereka tidak melihat pada proses yang telah kita lalui. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui segalanya. Yang tersembunyi dan yang terlahir.
Apapun yang kita lakukan jangan hanya kita ukur dari seberapa bagus hasilnya, sebarapa banyak orang yang yang mengapresiasi karya kita. Tapi lihatlah, seberapa banyak orang yang menghujat karya kita, karena mungkin karya kita hany baik untuk segelintir orang, sedang lebih banyak orang yang terpinggirkan. Lihatlah dari seberapa besar manfaatnya bagi orang-orang di sekitar kita. Dalam sebuah riwayat disebutkan. “Sebaik-baik manusia adalah yang mampu dan mau memberi manfaat pada orang lain.”
Apalah guna karya besar kita dipuji orang, jika masih banyak orang yang menderita karenanya? Apalah guna karya besar kita dipuji orang, jika itu hanya bermanfaat untuk kalangan orang-orang yang berkuasa?
Menjelang bulan ramadhan ini, semoga kita bisa menjadikan hal-hal di atas sebagai renungan. Dan di Hari Yang Fitri nanti, kita mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah lalu dan menjadi manusia baru. Ingatlah, begitu besar harapan orang tua kita melihat anaknya menjadi orang sukses. Bukan hanya sukses dunia tentunya, namun sukses di kehidupan yang sesungguhnya. Hidup yang kekal lagi abadi. Semoga kita bisa sukses menyandang predikat-predikat yang mutlak kita miliki, baru setelah itu sukses dengan predikat-predikat yang kita inginkan. Karena semua itu kita jalani bersamaan, dalam waktu yang sama dan tempat yang berbeda.
Fastabiqul khairat…..semoga kita akan menjadi pribadi yang beriman dan menyenangkan.